Konsep Bahagia Menurut Pemikiran Socrates
Bahagia definisi
umum merupakan keadaan atau perasaan tentram, yang bebas dari segala yang
menyusahkan diri ataupun hati. Dimana tidak ada beban yang membuat padat isi
kepala serta membuat sesak hati manusia. Menurut Socrates yang kemunculannya
dikatakan diantara Nabi Yunus dan Nabi Zakaria, serta seorang yang bijaksana,
berpikiran luas, istiqomah, dan usil. Ia mendefinisikan bahagia itu ketika
memiliki jiwa yang tenang, serta berlaku benar namun tetap bijaksana. Definisi ini sejalan dengan apa yang
dikatakan oleh Abu Hamid Al-Ghazali yang berpendapat bahwa bahagia adalah
ketika kondisi jiwa tenang, damai tanpa suatu kekurangan apapun. Tentunya apa
yang dikatakan oleh Socrates dan Al-Ghazali tidaklah mudah terjadi, sebab perlu
usaha yang ekstra dalam mendapatkan tenang dan damai itu tadi. Dimana kita
harus berperang melawan pikiran sendiri serta melawan gangguan-gangguan dari
luar yang datang silih berganti. Pendapat keduanya juga relevan dengan kitab
suci Al-Qur`an surah Al-Fajr, yaitu ketika ketenangan jiwa menjadi hal penting
untuk meraih ridha dari Tuhan.
Bahagia adalah
tujuan utama hidup manusia, dimana dengan bahagia ia bisa merasa merdeka dari
pikiran dan rasa. Banyak hal yang bisa membuat kita bahagia, baik datangnya
dari dalam diri ataupun luar diri manusia itu sendiri. Menurut Socrates ada dua
hal yang bisa memberi kebahagiaan namun bersifat semu, atau terkadang jadi
bumerang untuk manusia itu sendiri. Pertama
kita bisa mendapat bahagia lewat kesenangan, namun jangan sampai
berlebihan. Karena kesenangan tadi bisa mengendalikan pikiran kita, sehingga
bisa membuat mati rasionalitas manusia. Sebagai contoh, banyak orang yang
senang dengan banyaknya harta, namun hidupnya tidaklah bahagia. Sebab ia selalu
merasa dirinya kurang sehingga ketenangan tidak pernah akan dirasa. Kedua bisa dengan kehormatan, dimana
dengan kehormatan kita bisa dianggap berharga. Namun, dianggap berharga itu
bagus, akan tetapi jika kamu perlu dihargai orang lain maka akan menjadi hal yang
berat, sebab kita tidak bisa mengendalikan pikiran orang yang setiap saat bisa
berubah sesuai kemauannya sendiri-sendiri. Sebagai gambaran, disaat orang yang
status sosialnya tinggi, ia dihormati serta dihargai, namun tetap saja ada rasa
tidak tenang dan waswas. Sebab ia takut kehormatan serta penghargaan yang
diberikan akan lenyap dan hilang, lalu membuatnya bukan siapa-siapa lagi dimata
sosial kemasyarakatannya. Dua hal tadi mungkin bisa memberi kita bahagia, namun
tidak bisa menetap lama. Sifatnya semu belaka atau hanya sementara menurut
Socrates.
Cara bahagia yang
hakiki menurut Socrates adalah dengan berlaku benar namun bijaksana. Mengapa
demikian?, karena banyak yang benar namun tidak bijak dalam kebenarannya. Benar
yang menurut pemikirannya, tetapi tidak benar dalam ketentuan umum. Sehingga
tidak ada sikap kebijaksanaan didalam kebenaran yang diyakininya. Adapun
kebenaran yang didalamnya ada kebijaksanaan, maka akan sampai pada kebahagiaan
yang hakiki, yang memberi ketenangan serta kedamaian baik untuk diri sendiri
ataupun sekitar kita. Ada tiga cara untuk sampai pada taraf tersebut, yaitu: Pertama kenali diri. Kita mengenali
siapa diri kita sebenarnya, berapa takaran diri kita untuk bisa membuat senang
dan sedih, apa yang menjadi ciri diri kita, kita tidak kuat melihat/ merasakan
apa, kita senang dalam berbuat/ merasakan apa, dan sedih jika mengalami apa.
Pertanyaan-pertanyaan tadi mungkin dianggap biasa, tetapi sebagian dari kita
tidak bisa menjawabnya dengan benar. Sebab kita terlalu banyak bermain keluar
dari diri dan lupa bermain kedalam diri sendiri. Kedua menguji hidup. Jika sudah mengenal bagaimana diri, maka kita
harus berani mencobanya, apakah sudah benar aku begini atau belum. Karena
dengan diuji hidup akan semakin berharga. Ketiga
mengatur diri. Jika sudah melewati dua tahap tadi, maka kita bisa mengatur
hidup sendiri. Kita jadi mengetahui dimana titik untuk mengerem dan mengegas
dalam lintasan kehidupan, kita jadi tahu dimana batas diri dan bisa memfilter
apa yang terjadi. Ketiga hal tersebut jika kita bisa melakukannya secara
sistematis, maka kebijaksanaan diri akan rasa. Adapun buah dari kebijaksaan
yang dirasa adalah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, yang tidak mudah kada
luarsa atau hilang begitu saja.
Sejatinya bahagia
dalam hidup adalah perkara kita bisa mengatur keinginan, bisa mengetahui mengapa
menginginkan hal tersebut, serta mengetahui kemana akhir dari keinginan tadi. Apakah
ia akan memberi hal positif atau hanya membuang-buang waktu kita saja. Socrates
mengatakan lagi bahwa rahasia hidup bahagia adalah ketika kita tidak mencari
sesuatu yang lebih, namun bisa mensyukuri apa yang ada. Ketika kita tidak sibuk
mencari kesalahan-kesalahan orang lain, tetapi sibuk memperbaiki diri untuk
menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Pada intinya bahagia diciptakan
oleh diri sendiri, bukan orang lain, sebab yang lebih tahu diri kita adalah
kita sendiri bukan siapa-siapa. Walaupun sebetulnya tidak salah bertopang pada
orang lain, cuman jangan dijadikan acuan utama. Sebab berharap pada orang lain hanya
akan jadi sumber kecewa jika tidak sesuai harapan kita. Akhirnya kita adalah diri kita sendiri yang
berharga dan berhak bahagia.
Komentar
Posting Komentar